Peningkatan utang pemerintah yang mengarah pada jebakan utang tentunya memberikan beberapa dampak negatif yang akan menimpa bangsa Indonesia . Pertama, rakyat pembayar pajak, yang saat ini sedang gencar-gencarnya digalakan oleh Ditjen Pajak, harus merelakan sebagian pajak yang dibayarkannya dipergunakan oleh pemerintah untuk membayar cicilan pokok utang dan bunga. Selain itu, rakyat kebanyakan juga harus ikhlas dan sabar membiarkan pemerintah memotong jatah dana pembangunan dari APBN, yang semestinya bisa untuk membiayai program peningkatan kesejahteraan rakyat, terpaksa harus digunakan untuk membayar cicilan pokok utang dan bunga.
Kedua, utang akan menyuburkan lahan korupsi bagi aparat birokrasi terkait di negara penerima. Beberapa studi membuktikan bahwa semakin besar utang suatu negara, semakin besar pula potensi korupsi dan penyalahgunaan dana utang tersebut. Bank Dunia dan IMF semestinya tahu dan melakukan tindakan pencegahan bahwa sebagian utang yang disalurkan ke Indonesia selama ini telah mengalami kebocoran. Namun, kedua lembaga keuangan internasional tersebut belum berbuat sesuatu dan terkesan membiarkan saja dana yang diutangkan itu bocor dalam penggunaannya. Sikap apatis Bank Dunia dan IMF ini memunculkan tuduhan dari kritikus kebijakan bahwa selama ini tujuan memberikan utang kepada Indonesia semata-mata untuk meraup pendapatan bunga sebesar-besarnya, tanpa ambil pusing dana yang diutangkan itu mengalami kebocoran.
Ketiga, rendahnya nilai tambah utang sebagai sumber dana pembangunan. Dalam setiap pemberian utang kepada Indonesia , negara-negara kreditor selalu memaksakan persyaratan yang memberatkan dan kadang merugikan bangsa Indonesia . Pada setiap pemberian utang, negara-negara kreditor selalu mewajibkan Indonesia untuk membeli
barang-barang dan penggunaan konsultan dari negara-negara kreditor, yang tarifnya relatif tinggi. Dampaknya, terjadilah arus pembalikan dana yang cukup besar dari Indonesia kembali ke negara-negara kreditor, tanpa memberikan nilai tambah yang signifikan bagi program pembangunan di Indonesia .
Keempat, dampak yang teramat serius adalah ancaman terampasnya kedaulatan dalam pengelolaan ekonomi Indonesia . Negara-negara kreditor, melalui Bank Dunia dan IMF, juga biasanya mendesak agar dalam perumusan setiap kebijakan ekonomi Indonesia yang sesuai dengan keinginan mereka, yang tentunya kebijakan tersebut disesuaikan dengan kepentingan negara-negara kreditor. Rumusan kebijakan ekonomi yang seolah-olah “dipaksakan” oleh Bank Dunia dan IMF selama ini dapat berdampak terhadap berkurangnya kemandirian ekonomi Indonesia , yang dapat bermuara pada proses penyengsaraan terhadap rakyat kebanyakan. “Pemaksaan” kehendak IMF untuk lebih menekankan pada pemberlakuan ekonomi pasar bebas dalam perumusan kebijakan penghapusan subsidi secara total dan privatisasi BUMN sering dianggap sebagai pengikisan kemandirian ekonomi bangsa.
Penyerahan pengelolaan Blok Cepu, ladang minyak yang diperkirakan mengandung jutaan barrel minyak mentah, kepada Exxon Mobil diduga terkait erat dengan ketikdakberdayaan pemerintah atas tekanan dari negara kreditor. Tidak mengherankan kalau sebagian besar konsesi pengelolaan tambang dan mineral sudah jatuh ke tangan pemodal asing. Demikian juga dengan terjadinya privatisasi besar-besaran BUMN sepertinya juga tidak lepas dari tekanan IMF dan negara kreditor. Akibatnya, lebih dari 50 persen BUMN profitable yang dipaksa listing di pasar modal, kepemilikan sahamnya sudah dikuasai oleh jaringan modal asing.
No comments:
Post a Comment