Feb 20, 2011

Contoh Akta Jual Beli Saham


Hukum Perdata adalah hukum yang mengikat satu orang dengan orang lain, dalam bidang ekonomi seperti hukum perjanian kredit atau pun pengalihan kredit ke di bank kepada orang lain, perjanian jual beli saham, akta pendiriam sebuah perusahan perseroan dan sebagainya. Seperi di bawah ini adalah contoh akta jual beli saham yang apabila ada pelanggaran di salah satu pihak maka akan di tuntut dengan hukum perdata.

CONTOH  AKTA JUAL BELI SAHAM
Pada hari ini. hari (______) tanggal (________) saya (________) Notaris di (_________________), dengan dihadiri saksi-saksi yang saya, Notaris. kenal dan akan disebut pada bagian akhir akta ini:
1. Tuan (______), pengusaha, bertempat tinggal di (_________________). Jalan (_________________). Kelurahan (_________________), Kecamatan (_________________) , Pemegang Kartu Tanda Penduduk (_________________): Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak selaku pemilik/pemegang (_________) saham dalam perseroan terbatas PT (________) yang akan disebut;
Selanjutnya disebut juga Pihak Pertama. —————————
2. Tuan (________), swasta. bertempat tinggal di (_________________), Jalan (_________________), Kelurahan (_________________), Kecamatan (_________________) Pemegang Kartu Tanda Penduduk (_________________):
Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak selaku Direktur dari dan oleh karena itu untuk dan atas nama perseroan terbatas PT (______). berkedudukan di (_________________), yang anggaran dasarnya telah dimuat dalam akta tanggal (_________________) Nomor (___) dibuat dihadapan saya. Notaris. akta mana telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya tertanggal (_________________) Nomor: (___)
Dan untuk melakukan tindakan hukum dalam akta ini telah mendapat persetujuan dari Nyonya (______) Komisaris. bertempat tinggal di (_________________) Pemegang Kartu Tanda penduduk [___] Nomor (_________________), yang turut hadir di hadapan saya, Notaris serta saksi-saksi yang sama dan menandatangani akta ini sebagai tanda persetujuannya; Selanjutnya disebut Pihak Kedua. Para penghadap telah saya, Notaris, kenal; Para penghadap bertindak sebagaimana tersebut menerangkan; Bahwa Pihak Pertama untuk melakukan penjualan seluruh saham yang dimilikinya di dalam perseroan terbatas yang akan disebut telah mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Luar Biasa Para Pemegang Saham sebagaimana ternyata dalam akta tanggal hari ini, Nomor (____), yang dibuat dihadapan saya, Notaris. Pihak Pertama dengan ini menjual dan menyerahkan kepada Pihak Kedua. yang dengan ini membeli dan menerima penyerahan dari Pihak Pertama (________) saham dalam Perseroan Terbatas PT (_________________) berkedudukan di (_________________), yang anggaran dasarnya dimuat dalam akta tanggal (_________) Nomor (____), dibuat di hadapan (_________________), Sarjana Hukum, Notaris di (_________________) anggaran dasar mana telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya tertanggal (__________) Nomor (_______), kemudian dirubah dengan akta tanggal (_________) Nomor (____) dan tanggal (_________) Nomor (____). keduanya dibuat dihadapan (_________________) Sarjana Hukum, Notaris di (_________________), akta-akta mana telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya tertanggal (__________) Nomor (______), akta tanggal (_______) Nomor (____). akta tanggal (_________) Nomor (____), akta-akta tersebut dibuat di hadapan (_________________), Sarjana Hukum, Notaris di (_________________) yang telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia sebagaimana ternyata dari Surat Keputusannya pada tanggal (________) Nomor (________), kemudian dirubah dengan akta tanggal (________) Nomor (____) yang dibuat di hadapan Nyonya (_________________), Sarjana Hukum, Notaris di (_________________), yang telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia sebagaimana ternyata dari Surat Keputusannya pada tanggal (_________) Nomor (___________) dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal (__________) Nomor (____), Tambahan Nomor (____) dan terakhir dirubah dengan akta tertanggal (_________) Nomor (___), dibuat oleh (_________________) Sarjana Hukum, Candidat Notaris, pada waktu itu pengganti saya, Notaris, akta mana telah mendapat Persetujuan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya tertanggal (_________) Nomor: (__________) sedangkan susunan pengurus terakhir dengan akta tanggal (__________), Nomor (_____) dibuat di hadapan saya, Notaris; masing-masing saham besarnya Rp(____) nominal; demikian berikut talon dan tanda-tanda devidennya;
Jual beli ini menurut keterangan para penghadap telah dilakukan dengan harga Rp. (_________________) jumlah uang mana telah diterima dengan cukup dan penuh oleh Pihak Pertama, pada saat akta ini ditandatangani dan untuk penerimaan mana akta ini berlaku juga sebagai kwitansi, dan jual beli ini telah dilangsungkan dengan aturan-aturan dan ketentuan- ketentuan sebagai berikut: —————————–
———————————————– Pasal 1———————–
1. Mulai hari ini Pihak Kedua menerima milik dan hasil-hasil dari apa yang dibelinya dan mulai hari ini juga segala keuntungan, tetapi juga segala kerugian dan resiko adalah kepunyaan Pihak kedua;
2. Keuntungan yang belum diambil dan yang belum dikeluarkan adalah sepenuhnya menjadi milik Pihak Kedua.
———————————————– Pasal 2 ———————–
Pihak Pertama menjamin Pihak Kedua: —————————–
a. bahwa ia adalah satu-satunya yang berhak melakukan jual beli ini;
b. bahwa apa yang dijual-belikan tidak tergadai atau tersangkut suatu hutang, pun tidak disita;
c. bahwa pihak kedua akan memiliki saham-saham yang dibelinya, tanpa gangguan dari pihak lain yang mengaku mempunyai hak lebih atau hak bersama atas saham-saham itu.
———————————————– Pasal 3 ———————-
Apa yang dijual dalam akta ini. telah diterima oleh Pihak Kedua berupa recipis.
———————————————– Pasal 4 ———————–
Ongkos akta ini dipikul dan dibayar oleh Pihak Pertama. ———
———————————————– Pasal 5 ———————–
Segala pajak-pajak atas kepemilikan saham sebelum ditandatanganinya akta ini wajib dibayar oleh Pihak Pertama. Pihak Pertama dengan ini memberi kuasa kepada Pihak Kedua dan baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri dengan hak memindahkan kuasa ini kepada orang lain dan mencabut kembali pemindahan kuasa ini, untuk meminta kepada Direksi Perseroan, agar surat-surat saham yang dijual itu. bila telah dicetak diberikan kepada Pihak Kedua, lalu dibalik atas nama Pihak Kedua dan untuk itu menghadap Direksi untuk penerimaan serta pelaksanaan balik nama surat-surat saham tersebut, singkatnya Pihak Kedua diberi hak untuk melakukan segala tindakan hukum untuk mencapai balik nama serta menerima surat-surat saham tersebut, apabila sudah dicetak.
Kuasa ini merupakan bagian yang penting dan tidak dapat dipisah pisahkan dari penjualan saham-saham yang dilakukan dengan akta ini, karena itu kuasa ini tidak dapat ditarik kembali dan tidak dapat berakhir karena hal-hal yang menurut pasal 1813 kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengakhiri sesuatu kuasa atau karena apapun juga.
———————————————– Pasal 6 ———————–
Mengenai akta ini dan segala akibatnya serta pelaksanaannya, para pihak memiliki tempat kediaman hukum (domisili) yang umum dan tetap di Kantor Panitera Pengadilan Negeri (_________________).
———————————– DEMIKIANLAH AKTA INI —————
Dibuat dan diselesaikan di (_________________) pada hari dan tanggal tersebut pada bagian awal akta ini, dengan dihadiri oleh Tuan (______) Sarjana Hukum dan Tuan (_____), keduanya pegawai Notaris. bertempat tinggal di (_________________), sebagai saksi-saksi.—————————-
Setelah saya. Notaris, membacakan akta ini kepada para penghadap dan para saksi, maka segera para penghadap dan para saksi dan saya. Notaris. ———————————————
Dilangsungkan dengan [___] gantian dan [___] tambahan.———–
Asli akta ini telah ditandatangani dengan sempurna. —————–
Diberikan sebagai SALINAN yang sama bunyinya. ———————
Notaris di (_________________)
(_________________)

Kitab Undang-undang Hukum Perdata di Indonesia

Hukum perdata di Indonesia pada dasarnya bersumber pada Hukum Napoleon kemudian bedasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie atau biasa disingkat sebagai BW/KUHPer. BW/KUHPer sebenarnya merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan warganegara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa dan juga timur asing. Namun demikian berdasarkan kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia-Belanda berlaku bagi warga negara Indonesia(azas konkordasi). Beberapa ketentuan yang terdapat didalam BW pada saat ini telah diatur secara terpisah/tersendiri oleh berbagai peraturan perundang-undangan. Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan dan fidusia.


Buku Pertama - Orang

Buku pertama mengatur tentang orang sebagai subyek hukum, hukum perkawinan dan hukum keluarga, termasuk waris.
  • Bab I - Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan
  • Bab II - Tentang akta-akta catatan sipil
  • Bab III - Tentang tempat tinggal atau domisili
  • Bab IV - Tentang perkawinan
  • Bab V - Tentang hak dan kewajiban suami-istri
  • Bab VI - Tentang harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya
  • Bab VII - Tentang perjanjian kawin
  • Bab VIII - Tentang gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua atau selanjutnya
  • Bab IX - Tentang pemisahan harta-benda
  • Bab X - Tentang pembubaran perkawinan
  • Bab XI - Tentang pisah meja dan ranjang
  • Bab XII - Tentang keayahan dan asal keturunan anak-anak
  • Bab XIII - Tentang kekeluargaan sedarah dan semenda
  • Bab XIV - Tentang kekuasaan orang tua
  • Bab XIVA - Tentang penentuan, perubaran dan pencabutan tunjangan nafkah
  • Bab XV - Tentang kebelumdewasaan dan perwalian
  • Bab XVI - Tentang pendewasaan
  • Bab XVII - Tentang pengampuan
  • Bab XVIII - Tentang ketidakhadiran

Buku Kedua/Benda

Buku kedua mengatur mengenai benda sebagai obyek hak manusia dan juga mengenai hak kebendaan. Benda dalam pengertian yang meluas merupakan segala sesuatu yang dapat dihaki (dimiliki) oleh seseorang. Sedangkan maksud dari hak kebendaan adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan kepada pihak ketiga. Buku kedua tentang benda pada saat ini telah banyak berkurang, yaitu dengan telah diaturnya secara terpisah hal-hal yang berkaitan dengan benda (misal dengan Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, Undang-undang N0. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan . Dalam hal telah diatur secara terpisah oleh suatu peraturan perundang-undangan maka dianggap pengaturan mengenai benda didalam BW dianggap tidak berlaku.
  • Bab I - Tentang barang dan pembagiannya
  • Bab II - Tentang besit dan hak-hak yang timbul karenanya
  • Bab III - Tentang hak milik
  • Bab IV - Tentang hak dan kewajiban antara para pemilik pekarangan yang bertetangga
  • Bab V - Tentang kerja rodi
  • Bab VI - Tentang pengabdian pekarangan
  • Bab VII - Tentang hak numpang karang
  • Bab VIII - Tentang hak guna usaha (erfpacht)
  • Bab IX - Tentang bunga tanah dan sepersepuluhan
  • Bab X - Tentang hak pakai hasil
  • Bab XI - Tentang hak pakai dan hak mendiami
  • Bab XII - Tentang pewarisan karena kematian
  • Bab XIII - Tentang surat wasiat
  • Bab XIV - Tentang pelaksana surat wasiat dan pengelola harta peninggalan
  • Bab XV - Tentang hak berpikir dan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan
  • Bab XVI - Tentang hal menerima dan menolak warisan
  • Bab XVII - Tentang pemisahan harta peninggalan
  • Bab XVIII - Tentang harta peninggalan yang tak terurus
  • Bab XIX - Tentang piutang dengan hak didahulukan
  • Bab XX - Tentang gadai

Buku Ketiga- Perikatan
Buku mengatur tentang perikatan (verbintenis). Maksud penggunaan kata “Perikatan” disini lebih luas dari pada kata perjanjian. Perikatan ada yang bersumber dari perjanjian namun ada pula yang bersumber dari suatu perbuatan hukum baik perbuatan hukum yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) maupun yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming). Buku ketiga tentang perikatan ini mengatur tentang hak dan kewajiban yang terbit dari perjanjian, perbuatan melanggar hukum dan peristiwa-peristiwa lain yang menerbitkan hak dan kewajiban perseorangan.
Buku ketiga bersifat tambahan (aanvulend recht), atau sering juga disebut sifat terbuka, sehingga terhadap beberapa ketentuan, apabila disepekati secara bersama oleh para pihak maka mereka dapat mengatur secara berbeda dibandingkan apa yang diatur didalam BW. Sampai saat ini tidak terdapat suatu kesepakatan bersama mengenai aturan mana saja yang dapat disimpangi dan aturan mana yang tidak dapat disimpangi. Namun demikian, secara logis yang dapat disimpangi adalah aturan-aturan yang mengatur secara khusus (misal : waktu pengalihan barang dalam jual-beli, eksekusi terlebih dahulu harga penjamin ketimbang harta si berhutang). Sedangkan aturan umum tidak dapat disimpangi (misal : syarat sahnya perjanjian, syarat pembatalan perjanjian).
  • Bab I - Tentang perikatan pada umumnya
  • Bab II - Tentang perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan
  • Bab III - Tentang perikatan yang lahir karena undang-undang
  • Bab IV - Tentang hapusnya perikatan
  • Bab V - Tentang jual-beli
  • Bab VI - Tentang tukar-menukar
  • Bab VII - Tentang sewa-menyewa
  • Bab VIIA - Tentang perjanjian kerja
  • Bab VIII - Tentang perseroan perdata (persekutuan perdata)
  • Bab IX - Tentang badan hukum
  • Bab X - Tentang penghibahan
  • Bab XI - Tentang penitipan barang
  • Bab XII - Tentang pinjam-pakai
  • Bab XIII - Tentang pinjam pakai habis (verbruiklening)
  • Bab XIV - Tentang bunga tetap atau bunga abadi
  • Bab XV - Tentang persetujuan untung-untungan
  • Bab XVI - Tentang pemberian kuasa
  • Bab XVII - Tentang penanggung
  • Bab XVIII - Tentang perdamaian

Buku Keempat-Pembuktian dan kadaluarsa

 


Buku keempat mengatur tentang pembuktian dan daluwarsa. Hukum tentang pembuktian tidak saja diatur dalam hukum acara (Herzine Indonesisch Reglement / HIR) namun juga diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Didalam buku keempat ini diatur mengenai prinsip umum tentang pembuktian dan juga mengenai alat-alat bukti. Dikenal adanya 5 macam alat bukti yaitu :
  • a. Surat-surat
  • b. Kesaksian
  • c. Persangkaan
  • d. Pengakuan
  • e. Sumpah
Daluwarsa (lewat waktu) berkaitan dengan adanya jangka waktu tertentu yang dapat mengakibatkan seseorang mendapatkan suatu hak milik (acquisitive verjaring) atau juga karena lewat waktu menyebabkan seseorang dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum (inquisitive verjaring). Selain itu diatur juga hal-hal mengenai “pelepasan hak” atau “rechtsverwerking” yaitu hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan suatu hak.
  • Bab I - Tentang pembuktian pada umumnya
  • Bab II - Tentang pembuktian dengan tulisan
  • Bab III - Tentang pembuktian dengan saksi-saksi
  • Bab IV - Tentang persangkaan
  • Bab V - Tentang pengakuan
  • Bab VI - Tentang sumpah di hadapan hakim
  • Bab VII - Tentang kedaluwarsa pada umumnya
sumber: http://id.wikisource.org/wiki/Kitab_Undang-Undang_Hukum_Perdata

Hukum Perdata

 
Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu “hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain. Adakalanya hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Sebagai contoh sebagai akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Atau contoh lain dalam hal terjadinya putusnya perkawinan seringkali menimbulkan permasalahan hukum. 

Ketentuan mengenai hukum perdata ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) atau lebih dikenal dengan BW (Burgelijke Wetboek).

Hukum perdata merupakan hukum yang meliputi semua hukum “Privat materil”, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Hukum perdata terdiri atas :

a. Hukum Perkawinan
Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal-hal yang diatur dalam hukum perkawinan adalah :
1.      Syarat untuk perkawinan
2.      Pembatalan perkawinan
3.      Hak dan kewajiban suami istri
4.      Percampuran kekayaan
5.      Perjanjian perkawinan
6.      Perceraian
7.      Pemisahan kekayaan

b.     Hukum Kekeluargaan
Hukum kekeluargaan mengatur tentang :
a.      Keturunan
b.      Kekuasaan orang tua (Outderlijke mactht)
c.      Perwalian
d.      Pendewasaan
e.      Curatele
f.       Orang hilang

c.      Hukum Benda

1.      Tentang benda pada umumnya
Pengertian yang paling luas dari perkataan “Benda” (Zaak) ialah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang.

2.      Tentang hak-hak kebendaan :
a)     Bezit,
ialah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda seolah-olahkepunyaan sendiri, yang ole hukum diperlindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa.
b)     Eigendom,
ialah hak yang paling sempurna atas suatu benda seorang yang mempunyai hak eigendom (milik) atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan,, bahkan merusak)
c)      Hak-hak kebendaan di atas benda orang lain,
Ialah suatu beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan suatu pekarangan lain yang berbatasan.
d)     Pand dan Hypotheek,
Ialah hak kebendaan ini memberikan kekuasaan atas suatu benda tidak untuk dipakai, tetapi dijadikan jaminan bagi hutang seseorang.
e)     Piutang-piutang yang diberikan keistimewaan (privilage)
Ialah suatu keadaan istimewa dari seorang penagih yang diberikan oleh undang-undang melulu berdasarka sifat piutang.
f)       Hak reklame,
Ialah hak penjual untuk meminta kembali barang yang telah dijualnya apabila pembeli tidak melunasi pembayarannya dalam jangka waktu 30 hari.

d.Hukum Waris
1.hak mewarisi menurut undang-undang
2.menerima atau menolak warisan
3.perihal wasiat (Testament)
4.Fidei-commis
Ialah suatu pemberian warisan kepada seorang waris dengan ketentuan, ia wajib menyimpan warisan itu dan setelah lewat suatu waktu atau apabila si waris itu sendiri telah meninggal warisan itu harus diserahkan kepada seorang lain yang sudah ditetapkan dalam testament.
5.legitieme portie
ialah suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.
6.perihal pembagian warisan
7.executeur-testamentair dan Bewindvoerder
ialah orang yang akan melaksanakan wasiat.
8.harta peninggalan yang tidak terurus 


e. Hukum Perikatan
Ialah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Hukum perikatan terdiri atas :

1.      Perihal perikatan dan sumber-sumbernya
2.      Macam-macam perikatan
3.      Perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang
4.      Perikatan yang lahir dari perjanjian
5.      Perihal resiko, wanprestasi dan keadaan memaksa
6.      Perihal hapusnya perikatan-perikatan



sumber: hukumonline.com